Buat kamu yang suka game survival open world dengan sentuhan dunia barbar yang keras dan tidak kenal ampun, Conan Exiles adalah salah satu pilihan paling liar dan bebas di luar sana. Game ini bukan cuma soal bikin api unggun dan hindari kelaparan—ini soal bertahan hidup di dunia yang penuh kekerasan, makhluk buas, sihir gelap, dan bahkan perbudakan. Mungkin terdengar kejam, tapi itulah kingkong 4d yang membuat game ini punya identitas kuat dan berbeda dari game survival lainnya.
Sebagai editor EAXCO Gaming News & Esports, saya, Glory United, ingin ngajak kamu masuk ke dunia Exiled Lands—tempat di mana kamu bisa membangun kerajaan dari nol, bertarung dengan dewa-dewa, dan memutuskan sendiri apakah kamu jadi pahlawan… atau tiran.
Apa Itu Conan Exiles?
Conan Exiles adalah game survival open-world multiplayer yang dikembangkan oleh Funcom, dirilis pertama kali dalam versi Early Access pada tahun 2017, dan kemudian rilis penuh pada 2018. Game ini diadaptasi dari dunia fiksi Conan the Barbarian karya Robert E. Howard, yang sudah eksis sejak tahun 1930-an. Yap, ini dunia yang penuh darah, otot, dan kekuatan brutal—tapi juga menyimpan banyak rahasia magis dan reruntuhan kuno.
Game ini mengusung gaya bertahan hidup yang cukup hardcore. Kamu memulai dengan telanjang bulat di padang gurun, diasingkan, tanpa apa-apa. Tidak ada peta petunjuk jelas. Tidak ada misi linear. Semua tergantung pada keputusanmu. Apakah kamu akan berburu untuk makan? Membuat senjata? Bangun rumah? Atau justru mulai mengumpulkan budak dan membangun kastil? Semua bisa kamu lakukan. Dan tentu saja, ancaman dari pemain lain (jika kamu main online) atau dari AI juga bisa muncul kapan saja.
Kebebasan adalah Segalanya
Salah satu hal yang bikin Conan Exiles beda dari game survival lainnya adalah tingkat kebebasan yang luar biasa. Kamu bisa menjelajahi wilayah yang sangat luas, mulai dari padang gurun, hutan hujan tropis, daerah bersalju, hingga reruntuhan kota kuno. Setiap tempat punya tantangan tersendiri—baik dari sisi cuaca, monster, maupun sumber daya.
Kamu juga bebas menentukan gaya bermain. Mau jadi penjelajah soliter yang hidup di gunung? Bisa. Mau bikin klan besar bareng teman-teman dan perang dengan klan lain? Bisa banget. Mau bikin markas rahasia di tengah rawa dan mengembangkan ilmu sihir terlarang? Silakan.
Tidak hanya itu, sistem building di game ini luar biasa fleksibel. Kamu bisa membangun rumah kecil sederhana, atau kompleks istana yang megah lengkap dengan jebakan, menara penjaga, dan altar pemujaan dewa. Kalau kamu kreatif, kamu bisa menciptakan bangunan yang benar-benar estetik dan fungsional.
Sistem Perbudakan yang Kontroversial (Tapi Penting dalam Gameplay)
Salah satu fitur yang paling sering dibicarakan di Conan Exiles adalah sistem “Thrall” alias perbudakan. Di game ini, kamu bisa menaklukkan NPC musuh, lalu membawa mereka ke “Wheel of Pain” untuk dijinakkan dan dijadikan budak. Thrall ini punya peran penting: ada yang jadi penjaga, pandai besi, penari (untuk menghilangkan efek korupsi), hingga pemanah elit.
Walaupun sistem ini terdengar ekstrem dan kontroversial, harus diingat bahwa ini semua mencerminkan dunia brutal Conan yang memang kejam dan tanpa belas kasih. Funcom tidak meromantisasi sistem perbudakan, tapi lebih menampilkannya sebagai bagian kelam dari dunia ini—dan itu jadi bagian penting dari pilihan moral pemain.
Mekanika Bertahan Hidup yang Tidak Ampun
Kalau kamu berpikir Conan Exiles itu sekadar crafting dan eksplorasi, kamu salah besar. Sistem survivalnya cukup mendalam dan tidak kenal ampun. Kamu harus mengatur rasa lapar, haus, suhu tubuh, stamina, dan bahkan penyakit. Musim dan cuaca juga punya pengaruh besar. Saat badai pasir datang, kamu harus berlindung atau mati perlahan. Di daerah bersalju, tanpa pakaian hangat, kamu bisa beku.
Kombinasikan itu dengan kehadiran monster raksasa seperti naga, iblis, dan makhluk mitologi lain, game ini benar-benar bikin kamu merasa lemah dan rapuh… sampai akhirnya kamu cukup kuat untuk membalas.
Ada juga sistem corruption—kalau kamu terlalu sering main dengan sihir atau masuk ke wilayah gelap, tubuhmu akan terkena korupsi yang mengurangi maksimal nyawa dan stamina. Tapi… korupsi juga bisa dimanfaatkan jika kamu ingin menjadi penyihir kuat. Semua ada harga dan risikonya.
PvE, PvP, atau Roleplay? Semua Bisa
Conan Exiles bukan cuma soal bertahan hidup dari monster atau lingkungan. Kalau kamu main di server online, kamu akan menemukan komunitas dengan berbagai gaya bermain. Ada yang fokus ke PvE (melawan monster dan AI saja), ada yang full PvP (bebas saling bunuh dan serbu markas), dan bahkan ada server roleplay di mana pemain berperan sebagai karakter dan mengikuti cerita ala DnD.
Server roleplay ini unik banget. Ada yang bikin kerajaan lengkap dengan raja, budak, penjaga, hingga festival. Ada juga yang bikin kultus pemujaan dewa dan menjalankan ritual magis tiap minggu. Kreativitas komunitas benar-benar hidup di game ini, dan itulah yang bikin pengalaman bermain bisa sangat berbeda dari server ke server.
Sistem Agama dan Dewa yang Punya Dampak
Salah satu aspek unik lain di Conan Exiles adalah sistem agama. Saat membuat karakter, kamu bisa memilih untuk menyembah salah satu dewa dalam dunia Conan, seperti Set, Yog, Mitra, Derketo, dan lain-lain. Tiap dewa punya altar dan skill unik yang bisa kamu kembangkan.
Semakin tinggi level pemujaanmu, kamu bisa memanggil “Avatar”—versi raksasa dari dewa tersebut—yang bisa kamu kendalikan sementara untuk menghancurkan markas musuh secara besar-besaran. Bayangkan raksasa Dewa Set muncul dan menggilas benteng musuh sambil mengaum dari langit. Momen ini benar-benar epik dan jadi puncak dari konflik antar klan.
Tapi memanggil Avatar tidak murah. Kamu harus kumpulkan sumber daya, lindungi altar, dan pastikan pemujaanmu cukup tinggi. Jadi ini lebih ke strategi jangka panjang, bukan spam kekuatan dewa.
Update dan DLC: Dunia yang Terus Berkembang
Sejak rilis, Conan Exiles terus mendapatkan update dan ekspansi. Funcom cukup rajin merawat gamenya dengan tambahan konten baru—mulai dari dungeon, area baru, senjata, hingga sistem sihir.
Salah satu update terbesar adalah Age of Sorcery, yang memperkenalkan sistem sihir penuh ke dalam game. Di sini kamu bisa jadi penyihir gelap, memanggil iblis, teleportasi, bahkan menghidupkan mayat jadi pasukan undead. Tapi ingat, semua sihir punya efek korupsi yang membuatmu makin dekat dengan kegilaan.
Ada juga DLC kosmetik yang menambahkan pakaian, bangunan, dan tema dari berbagai budaya seperti Yamatai, Aquilonia, Khitai, dan lainnya. Meskipun berbayar, DLC ini sifatnya tidak pay-to-win, karena hanya menambah elemen visual.
Tantangan dan Sisi Gelap Conan Exiles
Sejujurnya, Conan Exiles bukan game untuk semua orang. Ini game yang kejam, lambat, dan penuh tantangan. Tidak ada arahan jelas, dan kamu bisa mati karena hal sepele seperti kehausan di awal game. Buat pemain kasual yang terbiasa dengan UI nyaman dan quest otomatis, ini bisa jadi pengalaman brutal.
Selain itu, sisi teknis kadang jadi masalah. Bug, lag, dan performa server yang tidak stabil sempat jadi isu, meskipun makin ke sini sudah jauh membaik.
Tapi kalau kamu termasuk tipe pemain yang suka tantangan, suka eksplorasi bebas, dan ingin dunia yang benar-benar memberi kamu kontrol penuh, Conan Exiles adalah dunia playground terbaik yang bisa kamu jelajahi.
Kesimpulan: Dunia yang Liar untuk Pemain yang Berani
Conan Exiles adalah kombinasi antara game survival hardcore, sandbox building, dan RPG dunia terbuka yang kaya akan lore dan kebebasan. Ia mengajakmu bukan hanya untuk bertahan hidup, tapi juga mengukir jejakmu sendiri di tanah yang keras. Kamu bisa jadi pemimpin, penyihir, pemburu, atau hanya manusia biasa yang ingin bebas dari rantai masa lalu.
Dengan komunitas yang aktif, update yang konsisten, dan sistem yang mendukung kreativitas pemain, Conan Exiles layak masuk radar para pecinta game survival. Ini bukan dunia yang ramah, tapi justru di situlah daya tariknya.
Jadi, kalau kamu merasa cukup tangguh untuk bertahan hidup tanpa belas kasih, ambil pedangmu, buat kamp pertamamu, dan mulailah perjalananmu di dunia Conan. Ingat, di Exiled Lands, hanya yang kuat yang bertahan.